18 Juni 2009

SENDOK KEBAHAGIAAN


Di tangan Paulo Coelho, pemikir dan novelis kelahiran Rio de Janeiro, sendok makan pun bisa digunakan untuk memberi pencerahan. Dalam tulisannya yang berjudul “All The Marvels of The World”, dikisahkan pengembaraan seorang pemuda mencari arti kebahagiaan. Dalam pencariannya, ia menemui petapa di sebuah puri kuno di puncak bukit. Bertanyalah ia kepada Sang Petapa, apa arti kebahagian.

“Sebelum menjawab pertanyaanmu, silakan melihat-lihat rumahku dulu. Tak usah buru-buru.” Sang Petapa lalu memberinya sebuah sendok makan berisi beberapa tetes minyak. “Bawalah ini sambil berjalan-jalan. Awas, jangan sampai minyaknya tumpah.”

Si pemuda menuruti perintah. Ia keluar masuk kompleks puri abad pertengahan yang indah tersebut. Namun lantaran konsentrasinya terpaku pada sendok berisi minyak tersebut, ia tidak bisa menikmati apa yang dilihat. Beberapa jam kemudian Sang Petapa bertanya, “Apakah kamu sudah masuk ruang perpustakaanku? Di sana mestinya kau lihat sebuah relief dinding berisi cerita menarik. Kau menyukainya?”

Pemuda tersebut mengakui, ia tak sempat menyaksikan benda yang dimaksud. “Kalau begitu. Kau harus melihatnya lagi. Cobalah nikmati pemandangan di puri ini.”

Kali ini si pemuda betul-betuk menikmati semua hal yang dilihatnya. Beberapa jam kemudian ia melaporkan banyak hal menarik kepada Sang Petapa. “Baiklah. Tapi apa yang terjadi dengan sendok itu? Mengapa kosong? Kau tumpahkan minyaknya ya?” Sang pemuda kaget, tak dapat menyembunyikan rasa malunya.

Dengan bijak Sanga Petapa lalu mengelus-elus pundak pemuda tersebut seraya berkata. “Kamu masih mau mengetahui rahasia arti kebahagiaan?”

“Ya tentu saja”

“Sesungguhnya kau telah menjawab sendiri”, ujar sang Petapa. “Kebahagiaan adalah kemampuan untuk menikmati dan menghargai segala keindahan yang kau temui di dunia, tanpa melupakan sesuatu yang paling dekat denganmu.”

Diambil dari : INTISARI April 2007

01 Juni 2009

MENGHADAPI MASALAH

Yesaya 21:11-12:
Ucapan ilahi terhadap Duma. Ada seorang berseru kepadaku dari Seir: "Hai pengawal, masih lama malam ini? Hai pengawal, masih lama malam ini?" Pengawal itu berkata: "Pagi akan datang, tetapi malam juga. Jika kamu mau bertanya, datanglah bertanya sekali lagi!"


Ketika menikmati ayat ini, saya merenungkan betapa berat masalah hidup yang harus dihadapi manusia (termasuk kita kan..?). Begitu kompleksnya masalah dan ruwetnya situasi yang kita hadapi, membuat kita kadang harus mengakui bahwa kita bukanlah manusia hebat yang sanggup mengatasi semua permasalahan hidup. We all are fragile.

Tanpa kita sadari, kita sering menjadi orang yang mengeluh seperti ayat di atas: kapan derita ini akan berakhir..? kapan ketidakadilan ini akan menyingkir dariku..? Seperti keluh kesah Daud dalam Mazmur 13: Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku? 

Rekan-rekan yang terkasih, masalah dan beban hidup tidak akan pernah berakhir. Pagi akan datang, tetapi malam juga. Kalah dan menyerah terhadap masalah kita hanya akan membuat situasi tambah semakin sulit. Sikap hati dan ketenangan sangat kita diperlukan dalam menghadapi situasi sulit yang seakan tidak ada habisnya ini. Seperti dalam Mazmur 16:1, Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung (jika bukan karena Engkau, mungkin aku sudah habis sekarang ini ya Tuhan.. :inspirasi pribadi). Amin.

Mas Ari